Putra Daerah Jadi Kapolsek Wasuponda, Tantangan Netralitas di Tengah Kekerabatan Kental

Wasuponda, Luwu Timur — Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan resmi melakukan rotasi jabatan sejumlah perwira melalui surat telegram bernomor: STR/347/V/KEP./2025 tertanggal 27 Mei 2025. Salah satu posisi yang mengalami pergeseran adalah pucuk pimpinan Polsek Wasuponda.

 

Dalam surat telegram tersebut, IPTU Ahmar Wijaya yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolsek Wasuponda diangkat dalam jabatan baru sebagai Kapolsek Burau. Posisinya akan digantikan oleh IPTU Tomy Dee, yang sebelumnya menjabat sebagai Kanit Regident Satlantas Polres Tana Toraja.

 

Yang menarik, IPTU Tomy Dee diketahui merupakan putra asli kelahiran Kecamatan Wasuponda, sebuah wilayah kecil yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai kekerabatan dan ikatan sosial tradisional.

Penunjukan putra daerah sebagai Kapolsek di wilayah kelahirannya seringkali dipandang sebagai strategi pendekatan kultural. IPTU Tomy Dee diharapkan dapat menjalin komunikasi yang lebih efektif dengan masyarakat karena memiliki pemahaman mendalam terhadap kultur lokal, bahasa, dan struktur sosial.

 

Namun di balik potensi positif tersebut, muncul juga kekhawatiran serius terkait netralitas penegakan hukum. Dalam komunitas kecil yang erat, seperti Wasuponda, aparat sering kali dihadapkan pada tekanan moral maupun sosial yang tidak tertulis, terutama ketika kasus hukum melibatkan kerabat, teman sekolah, atau tokoh masyarakat yang memiliki hubungan personal dengan aparat itu sendiri.

 

Sejumlah pengamat menilai bahwa kondisi semacam ini dapat mengaburkan batas profesionalisme, dan menjadi ladang subur bagi konflik kepentingan.

Penempatan Kapolsek kelahiran daerahnya sendiri juga membuka peluang munculnya keraguan publik terhadap objektivitas dan integritas aparat. Dalam masyarakat yang sensitif terhadap isu kedekatan personal, penanganan kasus bisa dianggap tidak adil meskipun dilakukan sesuai prosedur.

“Dalam sistem sosial seperti di Wasuponda, tekanan dari keluarga, tokoh adat, atau elite lokal bisa memengaruhi keberanian aparat dalam mengambil keputusan hukum yang tegas. Jika tidak dikendalikan, ini bisa menjadi benih ketidakpercayaan masyarakat,” kata Fadel Anzar, Ketua LSM-GEMPA, DPD II KAB. LUWU TIMUR

 

Lebih lanjut, ia menegaskan pentingnya institusi kepolisian membangun sistem pengawasan internal yang kuat untuk memastikan bahwa setiap personel, termasuk pejabat baru di lapangan, tetap berada dalam koridor profesionalisme tanpa kompromi.

Meskipun tantangannya tidak ringan, masyarakat Wasuponda masih menyimpan harapan besar pada sosok IPTU Tomy Dee. Sebagai putra daerah, ia diyakini memiliki komitmen moral untuk menjaga keamanan, keadilan, dan citra institusi kepolisian di tengah-tengah masyarakatnya sendiri.

“Jabatan ini adalah ujian moral. Jika beliau mampu bersikap tegas meskipun terhadap orang dekat, itu akan jadi bukti bahwa hukum berdiri di atas semua golongan,” tegas Fadel.

Kehadiran IPTU Tomy Dee sebagai Kapolsek Wasuponda akan menjadi babak baru dalam dinamika keamanan lokal. Apakah ia mampu menjawab ekspektasi publik dan tantangan sosial dengan sikap profesional dan netral? Atau justru terjebak dalam kompromi emosional dan tekanan budaya lokal?

Hanya waktu dan tindakannya yang bisa menjawab.

 

Berita Terkait

PT Vale Didemo Warga Wasuponda, DPRD ...
SERTIJAB Polres Lutim kapolres Tegaskan Tak ...
Kehadiran perwakilan Disnaker Lutim ke PKS ...
DPRD Luwu Timur Dinilai Mandul Hadapi ...