1 Pohon Ballo’ Setara 1 Kapling Sawit: Potensi Tersembunyi yang Dilupakan

 

LUWU TIMUR – Ketika harga sawit fluktuatif dan biaya perawatannya kian mahal, banyak petani tidak menyadari bahwa solusi ekonomi justru ada di pekarangan atau perbukitan belakang rumah mereka: pohon nira atau yang biasa disebut pohon Ballo’.

Secara produktivitas, pohon nira jauh lebih unggul dari sawit. Satu pohon nira yang disadap setiap hari dapat menghasilkan rata-rata 10 liter nira segar, dengan harga pasar saat ini sekitar Rp10.000 per liter. Artinya, satu pohon Ballo’ menghasilkan Rp100.000 per hari, atau sekitar Rp3 juta per bulan.

Bandingkan dengan pohon sawit. Dalam satu kali panen (sekitar 10–15 hari), satu pohon sawit hanya menghasilkan 10–20 kg tandan buah segar (TBS). Dengan harga Rp2.000 per kg, pendapatan per panen dari satu pohon sawit hanya Rp20.000–Rp40.000. Dalam sebulan, sawit hanya memberi Rp120.000 per pohon – angka yang jauh tertinggal dari nira.

Jika dikalkulasi secara kasar, 1 pohon Ballo’ setara dengan 25 pohon sawit dalam segi penghasilan.

Sayangnya, pohon nira selama ini mendapat stigma negatif. Hasil sadapannya kerap digunakan untuk membuat Ballo’ – minuman tradisional beralkohol yang dianggap tabu di banyak kalangan. Akibatnya, potensi ekonominya sering diabaikan.

Padahal jika nira diolah menjadi gula aren, nilai ekonominya justru meningkat, sekaligus lepas dari stigma sosial. Gula aren adalah produk alami, halal, dan punya permintaan tinggi di pasar lokal maupun ekspor.

Lebih dari itu, pohon nira tumbuh alami di banyak desa tanpa perlu pupuk, pestisida, atau perawatan intensif. Ia bisa disadap dua kali sehari, sepanjang tahun, dan tidak bergantung musim.

Melihat kenyataan ini,  pandangannya bahwa pemerintah perlu segera membuka mata terhadap potensi besar pohon Nira. Bisa Jadi Komoditas Unggulan, sudah waktunya pohon nira tidak lagi dipandang sebagai sumber alkohol, melainkan sebagai sumber penghidupan rakyat.

Pohon Ballo’ bukan musuh. Yang perlu diubah adalah cara memanfaatkannya. Dari yang dulu dianggap bahan Ballo’, sekarang bisa jadi gula aren yang halal, sehat, dan bernilai tinggi,

Jika pemerintah mau serius mengembangkan nira sebagai komoditas unggulan, maka produksi ballo’ dapat di ubah menjadi GULA aren. beralih dari produksi Ballo’ ke gula aren. ini butuh dukungan: pelatihan, alat produksi, akses pasar, dan yang terpenting—pengakuan dari pemerintah bahwa nira itu potensi, bukan ancaman.

Saat harga sawit terpuruk, dan penghasilan petani makin tak menentu, pohon nira diam-diam terus meneteskan rupiah setiap hari. Ia tumbuh tanpa banyak tuntutan, tapi memberi hasil yang konsisten.

Sudah saatnya pemerintah daerah dan lembaga terkait mengubah cara pandang terhadap pohon Ballo’, dan menjadikannya bagian dari strategi pembangunan ekonomi desa yang berkelanjutan.

Karena hari ini, yang dulu dianggap tabu, bisa jadi penyelamat dapur rakyat.

Berita Terkait

GEMPA M 6,0 GUNCANG POSO – SATU GEREJA ...
Bendera 80 Meter Berkibar di Tebing Duta ...
Babinsa Koramil 1403-16/Nuha Bersama Warga ...
FUIB, MUI, Wahdah Islamiyah, Persamil, dan ...